Pages

Sabtu, 30 Mei 2015

Seberapa Siapkah menyambut Ramadhan ??

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 183).

Allahuma bariklana fii Rajab wa Sya’ban, wa ballighna Ramadlan… (ya Allah berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami pada Ramadhan) (HR. Ahmad dan Bazzar). “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan penghulu segala bulan, maka “Selamat datanglah” kepadanya.” Itulah salah satu doa dan pesan yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, bulan suci yang sebentar lagi datang menyapa kita. Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah yang dinanti-nantikan oleh setiap muslim dan mukmin, yang selalu datang dengan membawa hadiah istimewa penuh kejutan dari Allah swt. Ia begitu dinanti-nanti karena mengandung kemuliaan yang amat besar, yang tak bisa dijumpai pada bulan-bulan lainnya. Bagi mereka yang benar-benar mengetahui hadiah apa yang dibawa oleh bulan Ramadhan dan kepada siapa hadiah itu akan diberikan, niscaya mereka akan bersuka cita dan akan mempersiapkan diri untuk menyambutnya. “Marhaban Ya Ramadhan (selamat datang bulan Ramadhan), kami sambut kedatanganmu dengan penuh suka cita.”


Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata “marhaban” terambil dari akar kata “rahb” yang berarti “luas atau lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya tempat yang luas untuk melakukan apa saja yang dia inginkan. Dari kata ini, terbentuk kata “rahbah” yang antara lain, diartikan sebagai “ruangan luas untuk mobil,” guna memperoleh perbaikan atau kebutuhan bagi kelanjutan perjalanannya. “Marhaban Ya Syahra Ramadhan” berarti, “kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan dan kami persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami.”

Dalam bahasa Arab bulan disebut dengan “syahr” yang bermakna “terkenal” atau populer. Orang Arab biasanya menamai bulan sesuai dengan keadaan di mana bulan itu berlangsung. Karena pada masa turunnya perintah puasa adalah musim panas yang terik, maka bulan itu dinamai “Ramadhan” yang akar katanya dari “Ramidha” yang berarti “sangat panas, membakar” disebabkan panas matahari yang luar biasa menyinari pasir-pasir gurun. Ada juga pengertian lain yaitu “batu (karang) yang membakar.”

Pengertian di atas sesuai dengan makna filosofis bulan Ramadhan, yaitu membakar dosa-dosa yang pernah dilakukan dengan menahan makan dan minum dan apa-apa yang membatalkannya. Juga dapat dianalogikan, untuk membuat sesuatu lebih terbakar adalah dengan menghimpitnya di antara dua batu (karang) lembut, lalu memukul-mukul sifat (buruk)-nya sendiri di antara dua batu (karang), yakni lapar dan haus. Rasulullah SAW, bersabda, “dinamakan bulan Ramadhan karena ia cenderung membakar dosa-dosa.”

Ramadhan adalah tamu agung yang kita mungkin tidak akan didatanginya lagi tahun depan. Sedangkan “lail al-qadr,” malam pengampunan puncak dalam bulan ramadhan dalam setiap tahunnya, hanya akan menemui orang-orang yang benar-benar bertekad mempersiapkan diri dengan kuantitas dan kualitas amal yang terbaik. Tamu itu tidak akan singgah pada “rumah” yang jiwa-jiwa di dalamnya Alqur’an tidak dikumandangkan, shalat tidak didirikan, shadaqah tidak diberikan, dan kebaikan diabaikan. Maka dari itu, sebelum tamu agung itu datang, mumpung masih ada waktu, sudah seharusnya setiap muslim mempersiapkan diri menyambut Ramadhan di bulan Sya’ban ini.

Persiapan Ruh dan Jasad
Rasulullah SAW dan orang-orang shalih tidak pernah menyia-nyiakan keutamaan Ramadhan sedikitpun. Rasulullah dan para sahabat memperbanyak puasa dan bersedekah pada bulan Sya’ban sebagai latihan sekaligus tanda kegembiraan menyambut datangnya Ramadhan. Anas bin Malik r.a. berkata, ”ketika kaum muslimin memasuki bulan Sya’ban, mereka sibuk membaca Alquran dan mengeluarkan zakat mal untuk membantu fakir miskin yang berpuasa.” Dengan mengondisikan diri pada bulan Sya’ban untuk berpuasa, bersedekah dan memperbanyak ibadah, kondisi ruhiyah akan meningkat, dan tubuh akan terlatih berpuasa Dengan kondisi seperti ini, maka ketika memasuki bulan Ramadhan, kondisi ruh dan iman telah membaik, yang selanjutnya dapat langsung menyambut bulan Ramadhan yang mulia ini dengan amal dan kegiatan yang dianjurkan. Di sisi lain, tidak akan terjadi lagi gejolak fisik dan proses penyesuaian yang kadang-kadang dirasakan oleh orang-orang yang pertama kali berpuasa, seperti lemas, demam dan sebagainya.

Rasulullah saw menganjurkan kepada kita agar kita memperbanyak puasa sunnah pada bulan Sya’ban dengan cara memberikan contoh langsung. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah saw berpuasa, sampai-sampai kami mengiranya tidak pernah meninggalkannya.” Demikian dalam riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa: “Beliau melakukan puasa sunnah bulan Sya’ban sebulan penuh, beliau sambung bulan itu dengan Ramadhan.” (Hadits shahih, lihat Riyadhush-Shalihin, Fathul Bari, Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain).

Anjuran tersebut dikuatkan lagi dengan menyebutkan keutamaan bulan Sya’ban. Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Katanya: “Ya Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan yang lain sebanyak puasa di bulan Sya’ban ini? Beliau saw menjawab: “Itulah bulan yang dilupakan orang, antara Rajab dan Ramadhan, bulan ditingkatkannya amal perbuatan kepada Allah swt Rabbul ‘Alamin. Dan aku ingin amalku diangkat sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR An-Nasa-i).

Persiapan Materi
Bulan Ramadhan merupakan bulan muwaasah (bulan santunan). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain, betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat manakala ia memberi kepada orang lain yang berpuasa, sekalipun sekedar sebiji kurma dan seteguk air. Kedermawanan Rasulullah saw pada bulan Ramadhan sangat besar. Digambarkan dalam beberapa riwayat bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rasulullah saw kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya.

Persiapan Pikir (Persepsi)
Persiapan pikir ini setidaknya meliputi minimal dua hal, yaitu: 1) Mempunyai persepsi dan pengetahuan yang utuh tentang Ramadhan dan keutamaannya, 2) merencanakan kegiatan-kegiatan di bulan ramadhan yang dapat mengantarkannya mencapai ketaqwaan. Persepsi dan pengetahuan yang utuh tentang bulan Ramadhan akan menghindarkan diri dari kesalahan-kesalahan yang bisa merusak ibadah Ramadhan disebabkan oleh ketidaktahuan kita. Persepsi yang utuh tentang keutamaan Ramadhan akan mendorong tumbuhnya motivasi dari dalam diri untuk menjalani ibadah dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pada bagian ini, persiapan-persiapan yang bisa dilakukan adalah dengan banyak bertanya, belajar dan membaca. Orang akan mampu mengerjakan sesuatu dengan sempurna dan riang gembira jika ia tahu dengan pasti apa alasan, tujuan dan manfaat di balik sesuatu yang ia kerjakan. Demikian pula dengan Bulan Ramadhan. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi saw dan para sahabat menyambut Ramadhan dengan senyum dan tahmid, dan melepas kepergian Ramadhan dengan tangis.

Marhaban yaa Ramadhan…
(Disarikan dari berbagai sumber. Pernah dimuat di Al Rasikh minggu pertama September 2006, dimuat ulang dengan perbaikan. Red.)

0 komentar:

Posting Komentar